Skema Tes IUP Fakultas Hukum

iup ugm law faculty
International Undergraduate Program of Law Faculty - UGM

1. Aptitude Potential Test
  • Verbal Test
  • Numeric Test
  • Reasoning Test

2. AcEPT (Academic English Proficiency Test)
  • Listening Comprehension
  • Vocabulary
  • Grammar & Structure
  • Reading Comprehension
  • Composing Skill

3. LGD (Leaderless Group Discussion) 
4. Interview Test


Skema Tes IUP UGM MIPA

International Undergraduate Program of MIPA Faculty - UGM


1. GMST (Gadjah Mada Scholastic Test)
  • Verbal Test
  • Quantitative Test
  • Reasoning Test


2. AcEPT (Academic English Proficiency Test)

·        Listening Comprehension
·        Vocabulary
·        Grammar & Structure
·        Reading Comprehension
·        Composing Skills

3. Interview Test




Source: https://mipa.ugm.ac.id/

Skema Tes IUP UGM Hubungan Internasional

International Undergraduate Program - Fisipol UGM

1. GMST (Gadjah Mada Scholastic Test)
  • Verbal Test
  • Numeric Test
  • Reasoning Test
2. AcEPT (Academic English Proficiency Test)
  • Listening Comprehension
  • Vocabulary
  • Grammar & Structure
  • Reading Comprehension
  • Composing Skills
3. Interview Test

Skema Tes IUP UGM Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB)



1. GMST (Gadjah Mada Scholastic Test)
  • Verbal Test
  • Quantitative Test
  • Reasoning Test
2. ITP TOEFL
  • Listening Comprehension
  • Structure & Written Expression
  • Reading Comprehension
3. LGD (Leaderless Group Discussion)
4. Interview Test

Skema Tes IUP Fakultas Kedokteran UGM

1. GMST (Gadjah Mada Scholastic Test)
  • Verbal Test
  • Numeric Test
  • Reasoning Test
2. AcEPT (Academic English Proficiency Test)
  • Listening Comprehension
  • Vocabulary
  • Grammar & Structure
  • Reading Comprehension
  • Composing Skills
3. Academic Test
  • Basic Mathematics
  • Applied Mathematics
  • Physics
  • Chemistry
  • Biology
4. SJT (Situational Judgement Test)
5. MMPI (Minnesota Multiphasic Personality Inventory)

Leaderless Group Discussion (LGD) dalam Seleksi Mahasiswa Baru IUP UGM

Apa itu Leaderless Group Discussion (LGD)?
Ada banyak sumber yang menjelaskan tentang pengertian dari istilah tersebut baik dalam Media Cetak maupun Online. Sehingga dari berbagai sumber tersebut dipahami bahwa LeaderlessGroup Discussion (LGD) itu sendiri adalah sebuah bentuk tes lisan yang menggunakan format diskusi dengan dinamika kelompok. Lazimnya dalam sebuah kelompok terdiri dari 5-9 orang.

Bedanya dengan jenis diskusi yang lain adalah tujuan dari diskusi itu sendiri. Misalnya Focus Group Discussion (FGD). Jenis diskusi ini bertujuan hanya untuk mengumpulkan data atau informasi dari setiap peserta dalam diskusi. Akan tetapi LGD bertujuan untuk mengamati perilaku seseorang selama diskusi berlangsung. Sehingga sangatlah jelas bahwa menunjukkan sikap dan perilaku yang wajar dan pantas di hadapan tim seleksi menjadi hal yang krusial untuk diperhatikan.

Mengapa disebut Leaderless Group Discussion (LGD)?
Alasan disebut Leaderless Group Discussion (LGD) adalah karena selama proses jalannya diskusi tidak ada yang ditunjuk ataupun dipilih untuk berperan sebagai pemimpin dalam kelompok secara resmi. Seluruh anggota dalam kelompok dapat duduk sejajar dengan hak dan kewajiban yang sama (leaderless). Sehingga, siapa saja dari kelompok tersebut bisa membuka dan mengakhiri jalannya diskusi seketika sudah siap dan selesai pembahasannya.
Namun demikian, tidak perluh dikuatirkan lagi tentang lancar dan tidaknya diskusi dalam kelompok karena sebelumnya akan diberikan pengarahan terlebih dahulu oleh tim seleksi. Baik itu informasi tentang tugas dan tanggungjawab setiap anggota, durasi waktu yang dimiliki oleh kelompok hingga seperangkat aspek yang hendak dinilai. Sehingga, pada bagian selanjutnya akan dijelaskan secara detail mengenai bagaimana proses dalam Tes LGD itu sendiri.

Bagaimana Aturan Main Selama Leaderless Group Discussion (LGD) Berlangsung?
Lazimnya dalam Format LGD terdiri dari 5-9 peserta tes. Sementara topik yang harus dibahas dalam kelompok diskusi tersebut selalu disediakan oleh penitia seleksi. Biasanya topik dan materi bahan diskusinya dalam bentuk sebuah cerita studi kasus atau narasi yang penjang. Sehingga tugas dari setiap peserta adalah menanggapi dengan memberikan komentar-komentar yang sifatnya kritis dan konstruktif terhadap bahan bacaan tersebut.
Tujuan utama dari diskusi tersebut adalah agar setiap peserta mampu memberikan ide yang kreatif untuk mendapatkan solusi pada kasus yang dibahas dalam bacaan. Sehingga setiap peserta diharapkan mampu mendengarkan dan menerima segala perbedaan pendapat dari anggota kelompok diskusinya. Sembari menunjukkan sikap dan perilaku yang sopan dan wajar selama diskusi berlangsung. Karena hal inilah yang akan lebih diperharikan oleh tim seleksi.

Selain itu, setidaknya ada empat hal yang wajib diperhatikan oleh setiap peserta diskusi selama diskusi berlangsung. Keempat aspek tersebut antara lain:
Harus ada salah seorang dari anggota yang mau membuka ataupun menutup jalannya diskusi. Kesediaan tersebut harus secara sukarela karena prinsip dari jenis diskusi ini tidak ada pemimpin atau moderator yang memimpin karena setiap peserta punya hak dan kewajiban yang sama.

Setiap peserta wajib mengutarakan pendapat atau opininya secara jelas, tepat dan bertanggung jawab. Hal ini berarti bahwa apapun jenis pendapatnya entah itu kritik, saran ataupun sanggahan mesti sesuai dengan pokok permasalahan yang sedang dibahas.
Pertanyaan dari setiap peserta tidak boleh yang sifatnya menyerang (offensive) karena ini diskusi bukan debat. Terlebih ketika dalam penyampaian pernyataan yang sifatnya berbeda pendapat. Nilai sopan santun dan etika dalam berdiskusi harus nampak.
Aspek yang akan dinilai di sini adalah bukan seberapa hebat secara individu dalam berargumen tetapi bagaimana seseorang itu bisa bekerja sama dalam tim. Sehingga sangat jelas bahwa target akhir dari rangkaian diskusi tersebut adalah untuk menyatukan segala pendapat berbeda itu menjadi sebuah kesimpulan yang konstrutif dan inovatif.

Hal ini sangat penting untuk diingat karena seringkali ada peserta yang cenderung mau mendominasi “show off” sepanjang diskusi berlangsung. Padahal hal tersebut  adalah kesalahan yang fatal. Karena hal yang sangat diharapkan dari diskusi ini adalah kerjasama tim (team work) dan interaksi sosial.

Mengingat LGD adalah jenis diskusi untuk menilai sikap dan perilaku seseorang maka setidaknya ada beberapa hal yang patut diperhatikan oleh setiap peserta dalam diskusi. Berikut adalah rangkuman dari beberapa sumber tentang aspek yang hendak diperhatikan perserta tes, antara lain: Pertama, Ketenangan, Kedewasaan dan kemampuan mengelola emosi; Kedua, Kemampuan mengutarakan pendapat etika berbicara dan diskusi; Ketiga, Kemampuan Berpikir kritis dan strategis; Keempat,Sikap dan perilaku di dalam forum; Kelima, Kemampuan menghargai orang lain; Keenam, Kepercayaan diri; dan Tahu diri.


English Proficiency Test: EPT IUP UGM

EnglishProficiency Test (EPT) adalah tes menyeluruh yang mengukur semua aspek dalam kemahiran berbahasa Inggris khususnya untuk keperluan akademis. Keterampilan berbahasa yang diuji meliputi mendengar, berbicara, membaca dan menulis. Komponen bahasa yang diuji meliputi kosakata, tata bahasa, pengucapan, termasuk intonasi dan tekanan.

EPT telah digunakan lebih dari 25 tahun, diikuti oleh 20.000 - 30.000 orang per tahun, dan dilaksanakan di lembaga-lembaga pendidikan, kedutaan-kedutaan, kantor pemerintah, dan lebih dari 350 perusahaan di Indonesia.
Semua butir soal dalam EPT telah diriset dan dianalisa sebelum digunakan dan data yang ada memperlihatkan keabsahan hasil-hasil tes EPT. Karenanya, prediksi nilai TOEFL dari tes EPT senantiasa akurat.

Tes Wawancara EPT andal dan sahih. Pewawancara yang terlatih dan bersertifikat yag memberi nilai berdasarkan skala penilaian menjamin hasil tes yang andal. Tersedianya sekitar 30 topik wawancara yang dapat dipilih satu oleh peserta tes menjadikan tes ini sahih karena peserta tes tidak akan menemui kendala dalam mengemukakan gagasannya berkaitan dengan topik yang dipilihnya.

Tes Menulis Esai EPT juga andal dan sahih. Setiap lembar jawaban dievaluasi oleh dua orang penilai yang menjadikan nilai tes ini andal. Kesahihan tes ini terlihat dari ketersediaan tempat topik tes yang bisa dipilih satu oleh peserta tes, sehingga memungkinkan penggunaan latar belakang pengetahuan yang dimilikinya untuk penulisan topik tersebut.

Nilai EPT menggambarkan prediksi nilai TOEFL. Nilai EPT merupakan salah satu persyaratan untuk mengikuti program sarjana dan pasca sarjana di beberapa perguruan tinggi terkemuka di Indonesia, salah satunya adalah program internasional atau yang dikenal dengan IUP UGM.. Nilai EPT dipakai sebagai salah satu persyaratan rekrutmen oleh banyak perusahaan nasional dan multi nasional di Indonesia.

Situational Judgement Test (SJT) Fakultas Kedokteran

Situational Judgement Test (SJT): Alternatif Metode Seleksi Mahasiswa Baru di Fakultas Kedokteran. Metode seleksi masuk Fakultas Kedokteran hanya mengandalkan penilaian kemampuan kognitif. Situational judgement test (SJT) bertujuan untuk melakukan penilaian mengenai apa yang akan pelamar lakukan bila diberikan situasi tertentu, selain menilai apakah pelamar dapat mendiskusikan situasi tertentu, mereka juga dituntut untuk menunjukkan bahwa mereka dapat mendemonstrasikan kompetensi aktual yang dicari oleh institusi yang akan merekrut mereka. Situational judgement test (SJT) adalah penilaian yang dirancang untuk mengukur penilaian kandidat dalam setting peran yang relevan atau setting kerja. 

Dalam beberapa tahun terakhir, penggunaan SJT pada proses seleksi dan penilaian di Fakultas Kedokteran telah digunakan secara luas. Bukti penelitian secara konsisten telah menunjukkan bahwa SJT sebagai alat seleksi, ketika didesain secara tepat, memiliki reliabilitas dan validitas yang baik. Penggunaan SJT dalam proses seleksi mahasiswa kedokteran umum dapat menjadi prediktor kinerja yang lebih baik dibandingkan tes pengetahuan, wawancara terstruktur, tes IQ, kuesioner kepribadian dan pertanyaan pada formulir aplikasi.sjt dengan menggunakan video dilaporkan memiliki validitas lebih tinggi dibandingkan SJT tertulis. SJT dapat menilai berbagai atribut, termasuk mengukur berbagai keterampilan dan sifat, tergantung materi spesifik dari tes. 

SJT merupakan salah satu metode seleksi terbaik dan tervalid jika dirancang secara tepat, namun metode ini relatif baru, mungkin dapat kurang diterima secara internasional serta dapat menimbulkan bias kultural. Kata kunci: metode seleksi, SJT, situational judgement test, Situational Judgement Test (SJT): An alternative of New Student Selection Method in Faculty of Medicine Abstract Currently, the method of admission to the Faculty of Medicine only relies on the assessment of cognitive abilities. Situational judgment test (SJT) aims to assess what applicants will do when given a particular situation, in addition to assessing whether applicants can discuss a particular situation, they are also required to demonstrate that they can demonstrate the actual competencies sought by the institution that will recruit them. 

Situational judgment test (SJT) is an assessment designed to measure candidates' assessments in relevant role settings or work settings. In recent years, the use of SJT in the selection and assessment process in medical schools has been widely used. Consistent research evidence has shown that SJT as a selection tool, when appropriately designed, has good reliability and validity. The use of SJT in the general physician student selection process can be a better predictor of performance than knowledge tests, structured interviews, IQ tests, personality questionnaires and questions on application forms. SJT using video is reported to have higher validity than written SJT. SJT can assess various attributes, including measuring various skills and traits, depending on the specific material of the test.sjt is one of the best and most validated methods of selection if it is designed precisely but it is relatively new, it may be less internationally acceptable and may lead to cultural bias.

Persamaan dan perbedaan Acept dan Toefl UGM

ACEPT atau Academic English Proficiency Test, adalah sebuah tes  bahasa Inggris yang dirancang secara khusus oleh untuk mengukur kemampuan bahasa Inggris calon mahasiswa S1, S2, S3 maupun IUP UGM dengan skor standar yang telah ditetapkan oleh otoritas UGM. Pada umumnya, penilaian kemampuan bahasa inggris mahasiswa diukur melalui tes TOEFL. Namun, sejak Januari 2011, UGM menerapkan sistem penilaian kemampuan bahasa inggris mahasiswa khususnya pascasarjana melalui tes AcEPT. Salah satu tujuan tes ini adalah agar mahasiswa akan terbiasa membaca jurnal-jurnal ilmiah sekelas SAGE atau yang lainya serta buku-buku akademik berbahasa Inggris lainnya. TOEFL memiliki kisaran skor dari 217 hingga 677. Sementara AcEPT memiliki range dari 61 hingga 426. Sebagai syarat masuk S2, skor AcEPT harus mencapai 210 (konversi ke 450 skor TOEFL), S3 harus mencapai 268 (konversi ke 500) dan IUP harus mencapai 328 (konversi ke 553).

PERBEDAAN DAN PERSAMAAN ACEPT DAN TOEFL
Ada yang mengatakan bahwa Acept dan Toefl itu sama bahkan ada beberapa lembaga kursus bahasa Inggris yang memberikan bimbingan Acept menggunakan materi Toefl. Sebenarnya, Acept dan Toefl memiliki kemiripan terutama pada beberapa section tes seperti, listening, grammar dan reading. Berikut akan saya uraikan materi yang diujikan pada Acept dan Toefl.

Pada Tes Acept, materi yang diujikan meliputi:
I. Listening Comprehension
II. Vocabulary
III. Grammar and Structure
IV. Reading Comprehension
V. Composing

Pada Tes Toefl, materi yang diujikan meliputi:
I. Listening Comprehension
II. Grammar and Structure
III. Reading Comprehension
PERBEDAAN
ACEPT:
Materi: : 5 materi tes (tambahan cloze test dan composing
Jumlah soal : 170
Durasi waktu : 115 menit
TOEFL:
Materi : 3 materi tes
Jumlah soal : 140
Durasi waktu : 120 menit

PERSAMAAN
Materi tes grammar dan reading pada Acept dan Toefl memiliki kesamaan. Sedangkan materi tes listening ada kemiripan namun sedikit saja perbedaannya, yakni listening part A pada tes Toefl selalu diawali dengan percakapan antara 2 orang (Si A dan Si B). Setelah percakapan selesai, ada orang ke 3 (narrator) akan membuat 1 pertanyaan. Pertanyaan narrator hanya ditujukan kepada orang ke 2 dalam percakapan tersebut. Jadi, jawaban pada listening part A adalah mencari kalimat lain yang maknanya sama/mirip dengan jawaban orang ke 2 (mencari sinonim dari jawaban orang ke 2).

Sedangkan listening part A pada tes Acept tidak ada percakapan antara orang ke 1 dan orang ke 2 seperti pada Toefl. Narrator hanya membuat 1 atau 2 pernyataan/statement tanpa ada pertanyaan dari narrator. Jadi, jawaban listening part A pada tes Acept adalah mencari kalimat lain yang maknanya sama/mirip dengan pernyataan narrator (mencari sinonim dari pernyataan narrator).

Dapat disimpulkan bahwa JAWABAN listening part A pada tes Acept dan Toefl adalah SAMA yakni MENCARI SINONIM/pernyataan yang sama.

IUP UGM: Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI)

Minnesota Multiphasic PersonalityInventory (MMPI) diterbitkan pada tahun 1940. Perancang MMPI adalah R. Starke Hathaway , PhD, dan JC McKinley , MD. MMPI merupakan hak cipta dari University of Minnesota. MMPI dikembangkan pada tahun 1930 di Universitas Minnesota sebagai tes kepribadian yang komprehensif dan serius yang dapat digunakan untuk mendeteksi masalah kejiwaan.
Tes MMPI adalah sebuah alat tes inventori yang berisi banyak pertanyaan dengan option “ya” dan “tidak”, tujuannya adalah untuk mengetahui kepribadian seseorang, terutama gangguan-gangguan psikologis yang ada di dalam diri seseorang, seperti gangguan anti sosial, gangguan seksual, gangguan depresi, kehohongan, Dan sebagainya.
Skala dalam MMPI dibagi menjadi :

SKALA VALIDITAS
MMPI adalah salah satu tes pertama yang mengembangkan skala-skala untuk mendeteksi apakah responden menjawab dengan cara yang akan membuat hasil-hasilnya secara keseluruhan tidak valid.

1. Skala “?” atau Cannot Say (SC)
Skala ? (disingkat ? atau CS) bukan benar-benar sebuah skala formal tetapi sekedar merepresentasikan jumlah item yang dibiarkan tidak terjawab pada lembar profil. Kegunaan mencatat jumlah pertanyaan yang tidak terjawab adalah memberikan salah satu dari beberapa indeks validitas sebuah protocol. Jika 30 item atau lebih dibiarkan tidak terjawab, protocol itu kemungkinan besar tidak valid dan tidak ada interpretasi lebih jauh yang perlu diupayakan. Hal ini semata-mata karena jumlah item yang telah direspon tidak cukup, yang berarti informasi yang tersedia untuk menskor skala kurang. Jadi, hasil-hasilnya kurang dapat dipercaya. Untuk meminimalkan jumlah respon cannot say, klient seharusnya di dorong untuk menjawab seluruh pertanyaan.

2. Skala L
Skala L atau lie (kebohongan) terdiri atas 15 item yang mengindikasikan sejauh mana seorang klien berusaha mendeskripsikan dirinya dengan cara positif yang tidak realistis. Jadi, mereka yang mendapat skor tinggi mendeskripsikan dirinya secara terlalu perfeksionis dan idealis.
3. Skala F
Skala ini mengukur sejauh mana seseorang menjawab dengan cara yang atipikal dan menyimpang. Item-item dengan skala F MMPI dan MMPI-2 diseleksi berdasarkan dukungan oleh kurang dari 10% populasi. Jadi, dari segi definisi statistic, mereka merefleksikan cara berfikir yang nonkonvensional. Skor tinggi pada skala F biasanya disertai oleh skor-skor yang tinggi pada banyak skala klinis. Skor tinggi sering dapat digunakan sebagai indicator umum patologi. Seseorang yang mempunyai skor tinggi mungkin juga “faking bad”, yang bisa menginvilidasi protokolnya.

4. Skala K
Skala ini dorancang untuk medeteksi klient-klient yang terlalu positif dalam mendeskripsikan dirinya. Jadi, skala ini mempunyai kesamaan dengan skala L. akan tetapi, skala K, lebih subtil dan efektif. Bila hanya individu-individu yang naïf, moralistic dan tidak rumit saja yang akan mendapatkan skor tinggi pada skala L, orang yang lebih cerdas dan pintar secara psikologis mungkin mempunyai skor K yang mungkin sedikit lebih tinggi meskipun mungkin tidak menunjukan elevasi pada skala L.

SKALA KLINIS
1. Hypochondriasis (Hs)
Skala 1 awalnya dirancang untuk membedakan penderita hipokondriasis dengan para pasien dengan tipe-tipe psikiatrik lainnya. Meskipun skala itu dapat menunjukan diagnosis hipokondriasis, namun skala itu paling berguna sebagai sebuah skala untuk mengindikasikan berbagai macam karakteristik kepribadian, tetapi belum tentu konsisten dengan diagnostic untuk hipokondriasis.

2. Depression
Kelima puluh tujuh item skala dua berhubungan dengan brooding, kelambanan fisik, perasaan depresi yang subjektif, apati mental, dan malfungsi fisik.skor tinggi mungkin mengindikasikan berbagai kesulitan disalah satu bidang atau lebih. Orang yang mendapat skor tinggi pada skala 2 biasanya dideskripsikan sebagai orang yang suka mengkritik dirinya, menarik diri, suka menyendiri, pendiam dan retiring (mengundurkan diri).

3. Hysteria
Dirancang untuk mengindikasikan pasien-pasien yang telah mengembangkan gangguan-gangguan atau motorik-motorik yang berbasis psikogenetik. Fitur penting orang yang mempunyai skor tinggi pada skala ini adalah mereka secara stimulan melaporkan keluhan-keluhan fisik tertentu, tetapi juga menggunakan gaya pengingkaran dimana mereka mungkin mengekspresikan optimism secara berlebih-lebihan.
4. Psychopathic deviant
Skala ini untuk mengetes tingkat penyesuaian social seseorang secraa umum. Pertanyaan-pertanyaannya berhubungan dengan bidang-bidang seperti derajat pengasingan diri dari keluarga, kedap social, masalah dengan sekolah dan figure otoritas, dan penarikan diri dan masyarakat.

5. Masculinity-feminity
Skala ini dirancang untuk mengidentifikasi laki-laki yang mengalami maslaah dengan perasaan homoseksual dan kebingungan identitas gender. Akan tetapi, upaya ini kurang berhasil karena skor yang tinggi tampaknya tidak mempunyai kaitan yang jelas dengan preferensi seksual.

6. Paranoia
Untuk mengidentifikasi orang dengan kondisi atau keadaan paranoid. Ia mengukur derajat sensitifitas interpersonal, kebijakan-diri, dan kecurigaan seseorang. Elevasi ringan pada skala 6 menunjukan bahwa orang itu emosional, berhati lembut, dan mengalami sensitivitas interpersonal. Bila elevasi lebih tinggi, kecurigaan dan sensitifitas seseorang menjadi lebih ekstrim dan konsisten dalam proses-proses psikotik.

7. Psychasthenia
Keempat puluh delapan item pada skala 7 awalnya dirancang untuk mengukur sindroma psikastenia.

8. Schizophrenia
Skala ini dirancang untuk mengidentifikasi orang yang mengalami kondisi skizofrenik atau mirip. Tujuan ini sebagian berhasil dalam arti bahwa diagnosis skizofrenia muncul sebagai sebuah kemungkinan dalam kasus orang yang mendapat skor ekstreem tinggi. Akan tetapi, bahkan orang yang mendapat skor cukup tinggipun belum tentu memenuhi criteria skizofrenia.

9. Hypomania
Keempat puluh enam item pada skala 9 awalnya dikembangkan untuk mengidentifikasikan orang yang mengalami gejala-gejala hipomanik. Gejala-gejala ini mungkin mencakup periode-periode siklus euphoria, iritabilitas yang mengikat, dan aktivitas tidak produktif yang eksesif yang mungkin digunakan sebagai distraksi untuk menghancurkan depresi. Skala ini efektif bukan hanya dalam mengidentifikasi orang dengan kondisi manic tingkat sedang, tetapi juga dalam mengidentifikasi karakteristik kelompok-kelompok bukan pasien.

10. Social introversion

Skala ini dikembangkan dari person wahasiswa pada pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan kontinum introversi-ekstraversi. Skala ini divalidasi berdasarkan sejauh mana mahasiswa ikut berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan social. Skor yang tinggi menunjukan bawah responden pemalu, mempunyai keterampilan social yang terbatas, merasa tidak nyaman dalam interaksi sosial, dan menarik diri dari banyak situasi interpersonal.